- Posted on
- SMAN Patikraja
- No Comments
Budaya positif adalah nilainilai, keyakinan-keyakinan, dan kebiasaan-kebiasaan yang berpihak pada murid. Kebiasaan yang disepakati bersama untuk dijalankan dalam waktu yang lama Bertujuan agar murid dapat berkembang menjadi pribadi yang berkarakter sesuai dengan Profil Pelajar Pancasila.
Disiplin Positif dan Nilai-Nilai Kebajikan Universal
Teori Kontrol (Dr. William Glasser)
Selanjutnya psikiater dan pendidik, Dr. William Glasser dalam Control Theory yang kemudian hari berkembang dan dinamakan Choice Theory, meluruskan beberapa miskonsepsi tentang makna ‘kontrol’.
- Ilusi guru mengontrol murid.
Pada dasarnya kita tidak dapat memaksa murid untuk berbuat sesuatu jikalau murid tersebut memilih untuk tidak melakukannya. Walaupun tampaknya guru sedang mengontrol perilaku murid, hal demikian terjadi karena murid sedang mengizinkan dirinya dikontrol. Saat itu bentuk kontrol guru menjadi kebutuhan dasar yang dipilih murid tersebut. Teori Kontrol menyatakan bahwa semua perilaku memiliki tujuan, bahkan terhadap perilaku yang tidak disukai. - Ilusi bahwa semua penguatan positif efektif dan bermanfaat.
Penguatan positif atau bujukan adalah bentuk-bentuk kontrol. Segala usaha untuk mempengaruhi murid agar mengulangi suatu perilaku tertentu, adalah suatu usaha untuk mengontrol murid tersebut. Dalam jangka waktu tertentu, kemungkinan murid tersebut akan menyadarinya, dan mencoba untuk menolak bujukan kita atau bisa jadi murid tersebut menjadi tergantung pada pendapat sang guru untuk berusaha. - Ilusi bahwa kritik dan membuat orang merasa bersalah dapat menguatkan karakter.
Menggunakan kritik dan rasa bersalah untuk mengontrol murid menuju pada identitas gagal. Mereka belajar untuk merasa buruk tentang diri mereka. Mereka mengembangkan dialog diri yang negatif. Kadang kala sulit bagi guru untuk mengidentifikasi bahwa mereka sedang melakukan perilaku ini, karena seringkali guru cukup menggunakan ‘suara halus’ untuk menyampaikan pesan negatif. - Ilusi bahwa orang dewasa memiliki hak untuk memaksa.
Banyak orang dewasa yang percaya bahwa mereka memiliki tanggung jawab untuk membuat murid-murid berbuat hal-hal tertentu. Apapun yang dilakukan dapat diterima, selama ada sebuah kemajuan berdasarkan sebuah pengukuran kinerja. Pada saat itu pula, orang dewasa akan menyadari bahwa perilaku memaksa tidak akan efektif untuk jangka waktu panjang, dan sebuah hubungan permusuhan akan terbentuk.
Bagaimana seseorang bisa berubah dari paradigma Stimulus-Respon kepada pendekatan teori Kontrol? (Stephen R. Covey)
Bagaimana seseorang bisa berubah dari paradigma Stimulus-Respon kepada pendekatan teori Kontrol? Stephen R. Covey (Principle-Centered Leadership, 1991) mengatakan bahwa,
“..bila kita ingin membuat kemajuan perlahan, sedikit-sedikit, ubahlah sikap atau perilaku Anda. Namun bila kita ingin memperbaiki cara-cara utama kita, maka kita perlu mengubah kerangka acuan kita. Ubahlah bagaimana Anda melihat dunia, bagaimana Anda berpikir tentang manusia, ubahlah paradigma Anda, skema pemahaman dan penjelasan aspek-aspek tertentu tentang realitas”.
Makna Disiplin
Dalam rangka menciptakan lingkungan positif, salah satu strategi yang perlu kita tinjau kembali adalah penerapan disiplin di sekolah kita. Apakah telah efektif, apakah masih perlu ditinjau kembali? Apa sesungguhnya arti dari disiplin itu sendiri? Apa kaitannya dengan nilai-nilai kebajikan? Mari kita bahas makna disiplin dan nilai-nilai kebajikan universal dengan mengaitkan beberapa pembelajaran awal di modul 1.2 tentang perubahan paradigma teori stimulus respon ke teori kontrol serta teori 3 motivasi perilaku manusia.
Sebelumnya, mari kita tanyakan ke diri kita sendiri, bagaimana kita berperilaku? Mengapa kita melakukan segala sesuatu? Apakah kita melakukan sesuatu karena adanya dorongan dari lingkungan, atau ada dorongan yang lain? Terkadang kita melakukan sesuatu karena kita menghindari rasa sakit atau ketidaknyamanan, terkadang kita juga melakukan sesuatu untuk mendapatkan apa yang kita mau. Pernahkah Anda melakukan sesuatu untuk mendapat senyuman atau pujian dari orang lain? Untuk mendapat hadiah? Atau untuk mendapatkan uang? Apa lagi kira-kira alasan orang melakukan sesuatu?
Makna Kata Disiplin
Ketika mendengar kata “disiplin”, apa yang terbayang di benak Anda? Apa yang terlintas di pikiran Anda? Kebanyakan orang akan menghubungkan kata disiplin dengan tata tertib, teratur, dan kepatuhan pada peraturan. Kata “disiplin” juga sering dihubungkan dengan hukuman, padahal itu sungguh berbeda, karena belajar tentang disiplin positif tidak harus dengan memberi hukuman, justru itu adalah salah satu alternatif terakhir dan kalau perlu tidak digunakan sama sekali. Dalam budaya kita, makna kata ‘disiplin’ dimaknai menjadi sesuatu yang dilakukan seseorang pada orang lain untuk mendapatkan kepatuhan. Kita cenderung menghubungkan kata ‘disiplin’ dengan ketidaknyamanan.
(Ki Hajar Dewantara, pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka, Cetakan Kelima, 2013, Halaman 469).
Ki Hajar Dewantara; Pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka,2013, UST-Press bekerjasama dengan Majelis Luhur Tamansiswa.
Diane Gossen dalam bukunya Restructuring School Discipline, menyatakan ada 3 motivasi perilaku manusia:
- Untuk menghindari ketidaknyamanan atau hukuman
Ini adalah tingkat terendah dari motivasi perilaku manusia. Biasanya orang yang motivasi perilakunya untuk menghindari hukuman atau ketidaknyamanan, akan bertanya, apa yang akan terjadi apabila saya tidak melakukannya? Sebenarnya mereka sedang menghindari permasalahan yang mungkin muncul dan berpengaruh pada mereka secara fisik, psikologis, maupun tidak terpenuhinya kebutuhan mereka, bila mereka tidak melakukan tindakan tersebut. Motivasi ini bersifat eksternal. - Untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain.
Satu tingkat di atas motivasi yang pertama, disini orang berperilaku untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain. Orang dengan motivasi ini akan bertanya, apa yang akan saya dapatkan apabila saya melakukannya? Mereka melakukan sebuah tindakan untuk mendapatkan pujian dari orang lain yang menurut mereka penting dan mereka letakkan dalam dunia berkualitas mereka. Mereka juga melakukan sesuatu untuk mendapatkan hadiah, pengakuan, atau imbalan. Motivasi ini juga bersifat eksternal. - Untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya.
Orang dengan motivasi ini akan bertanya, akan menjadi orang yang seperti apabila saya melakukannya? Mereka melakukan sesuatu karena nilai-nilai yang mereka yakini dan hargai, dan mereka melakukannya karena mereka ingin menjadi orang yang melakukan nilai-nilai yang mereka yakini tersebut. Ini adalah motivasi yang akan membuat seseorang memiliki disiplin positif karena motivasi berperilakunya bersifat internal, bukan eksternal.
Hukuman, Konsekuensi dan Restitusi
Dalam menjalankan peraturan ataupun keyakinan kelas/sekolah, bilamana ada suatu pelanggaran, tentunya sesuatu harus terjadi. Untuk itu kita perlu meninjau ulang tindakan penegakan peraturan atau keyakinan kelas/sekolah kita selama ini. Tindakan terhadap suatu pelanggaran pada umumnya berbentuk hukuman atau konsekuensi. Dalam modul ini akan diperkenalkan program disiplin positif yang dinamakan Restitusi.
Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat (Gossen; 2004). Restitusi juga merupakan proses kolaboratif yang mengajarkan murid untuk mencari solusi untuk masalah mereka, dan membantu murid berpikir tentang orang seperti apa yang mereka inginkan, dan bagaimana mereka harus memperlakukan orang lain (Chelsom Gossen, 1996).
Alfie Kohn (Punished by Rewards, 1993, Wawancara ASCD Annual Conference, Maret 1995) mengemukakan baik penghargaan maupun hukuman, adalah cara-cara mengontrol perilaku seseorang yang menghancurkan potensi untuk pembelajaran yang sesungguhnya. Menurut Kohn, secara ideal tindakan belajar itu sendiri adalah penghargaan sesungguhnya.
5 Kebutuhan Dasar Manusia
Seluruh tindakan manusia memiliki tujuan tertentu. Semua yang kita lakukan adalah
usaha terbaik kita untuk mendapatkan apa yang kita inginkan. Ketika kita mendapatkan
apa yang kita inginkan, sebetulnya saat itu kita sedang memenuhi satu atau lebih dari
satu kebutuhan dasar kita, yaitu kebutuhan untuk bertahan hidup (survival), kasih
sayang dan rasa diterima (love and belonging), kebebasan (freedom), kesenangan (fun),
dan penguasaan (power). Ketika seorang murid melakukan suatu perbuatan yang
bertentangan dengan nilai-nilai kebajikan, atau melanggar peraturan, hal itu sebenarnya
dikarenakan mereka gagal memenuhi kebutuhan dasar mereka. Untuk lebih jelasnya,
mari kita lihat satu persatu kelima kebutuhan dasar ini.
Kebutuhan Bertahan Hidup
Kebutuhan bertahan hidup (survival) adalah kebutuhan yang bersifat fisiologis untuk
bertahan hidup misalnya kesehatan, rumah, dan makanan. Kebutuhan biologis sebagai
bagian dari proses reproduksi termasuk kebutuhan untuk tetap bertahan hidup.
Komponen psikologis pada kebutuhan ini meliputi kebutuhan akan perasaan aman.
Dalam kasus Doni di atas, apabila jawaban Doni ketika ditanya oleh Ibu Ambar adalah
karena ia lapar dan orangtuanya tidak membawakannya bekal makan siang, maka
kebutuhan dasar yang sedang berusaha dipenuhi oleh Doni, adalah kebutuhan untuk
bertahan hidup (survival).
Kasih sayang dan Rasa Diterima (Kebutuhan untuk Diterima)
Kebutuhan ini dan tiga kebutuhan berikutnya adalah kebutuhan psikologis. Kebutuhan
untuk disayangi dan diterima meliputi kebutuhan akan hubungan dan koneksi sosial,
kebutuhan untuk memberi dan menerima kasih sayang dan kebutuhan untuk merasa
menjadi bagian dari suatu kelompok. Kebutuhan ini juga meliputi keinginan untuk tetap
terhubung dengan orang lain, seperti teman, keluarga, pasangan hidup, teman kerja,
binatang peliharaan, dan kelompok dimana kita tergabung.
Anak-anak yang memiliki kebutuhan dasar kasih sayang dan rasa diterima yang tinggi
biasanya ingin disukai dan diterima oleh lingkungannya. Mereka juga akrab dengan
orang tuanya. Biasanya mereka belajar karena suka pada gurunya. Bagi mereka, teman
sebaya sangatlah penting. Mereka juga biasanya suka bekerja dalam kelompok.
Dalam kasus diatas, apabila Doni menjawab bahwa alasannya mengambil bekal
temannya karena dia merasa senang temannya jadi memperhatikan dia. Ketika
temannya melaporkan tindakannya itu pada gurunya, dan gurunya memberitahu orang
tuanya, sehingga orang tuanya jadi memperhatikan dia, maka kebutuhan dasar yang
sedang dipenuhi Doni adalah kebutuhan akan kasih sayang dan rasa diterima.
Penguasaan (Kebutuhan Pengakuan atas Kemampuan)
Kebutuhan ini berhubungan dengan kekuatan untuk mencapai sesuatu, menjadi
kompeten, menjadi terampil, diakui atas prestasi dan keterampilan kita,
didengarkan dan memiliki rasa harga diri. Kebutuhan ini meliputi keinginan untuk
dianggap berharga, bisa membuat perbedaan, bisa membuat pencapaian, kompeten,
diakui, dihormati. Ini meliputi self esteem, dan keinginan untuk meninggalkan
pengaruh.
Anak-anak yang memiliki kebutuhan dasar akan penguasaan yang tinggi biasanya selalu
ingin menjadi pemimpin, mereka juga suka mengamati sebelum mencoba hal baru dan
merasa kecewa bila melakukan kesalahan. Mereka juga biasanya rapi dan sistematik dan
selalu ingin mencapai yang terbaik.
Dalam kasus diatas, apabila jawaban Doni adalah dia merasa hebat karena temannya jadi
takut dengan dia dan menuruti keinginannya, maka sebetulnya Doni sedang berusaha
memenuhi kebutuhan dasarnya akan kekuasaan.
Kebebasan (Kebutuhan Akan Pilihan)
Kebutuhan untuk bebas adalah kebutuhan akan kemandirian, otonomi, memiliki pilihan
dan mampu mengendalikan arah hidup seseorang. Anak-anak dengan kebutuhan
kebebasan yang tinggi menginginkan pilihan, mereka perlu banyak bergerak, suka
mencoba-coba, tidak terlalu terpengaruh orang lain dan senang mencoba hal baru dan
menarik.
Bila jawaban Doni dalam kasus diatas adalah bahwa dia merasa bosan dengan bekal
makanan yang dibawakan ibunya dari rumah, karena ibunya selalu membawakan bekal
yang sama, oleh karena itu dia ingin mencoba makanan teman-temannya yang beraneka
ragam, maka Doni sedang berusaha memenuhi kebutuhannya akan kebebasan.
Kesenangan (Kebutuhan untuk merasa senang)
Kebutuhan akan kesenangan adalah kebutuhan untuk mencari kesenangan, bermain, dan
tertawa. Bayangkan hidup tanpa kenikmatan apa pun, betapa menyedihkan. Glasser
menghubungkan kebutuhan akan kesenangan dengan belajar. Semua hewan dengan
tingkat intelegensi tinggi (anjing, lumba-lumba, primata, dll) bermain. Saat mereka
bermain, mereka mempelajari keterampilan hidup yang penting. Manusia tidak berbeda.
Anak-anak dengan kebutuhan dasar kesenangan yang tinggi biasanya ingin menikmati
apa yang dilakukan. Mereka juga bisa berkonsentrasi tinggi saat mengerjakan hal yang
disenangi. Mereka suka permainan dan suka mengoleksi barang, suka bergurau, suka
melucu dan juga menggemaskan. Bahkan saat mereka bertingkah laku buruk, mereka
masih terlihat lucu.
Segitiga Restitusi adalah suatu proses dialog yang dijalankan oleh guru atau orang tua agar dapat menghasilkan murid yang mandiri dan bertanggung jawab. Proses dialog ini terdiri dari tiga langkah yang digambarkan pada ketiga sisi pada segitiga restitusi.
segitiga restitusi diharapkan :
- Murid menjadi lebih kuat secara pribadi
- membuka wawasan murid agar dapat menyelesaikan permasalahannya sendiri
- Murid semakin percaya diri, mandiri dan